7 seni mendidik anak dengan cinta tanpa drama
Buku 7 seni mendidik anak dengan cinta tanpa drama, merupakan buku untuk ayah bunda, para orang tua, guru dan kakak yang sedang belajar, sedang letih tapi tak pernah benar-benar menyerah untuk membersamai tumbuh kembang anak. Kita ini bukan orang tua dari teori parenting, bukan juga dari keluarga Instagramable yang sarapan pakai granola dan anak-anaknya bisa bahasa Prancis sejak usia lima. Kita ini… ya kita. Orang tua sungguhan. Yang kadang masih debat soal mie instan boleh dua kali seminggu atau cukup sekali seumur hidup.Yang kadang kehabisan sabar di tengah kemacetan dan tangisan yang pakai efek surround 360 derajat.Tapi meski begitu… kita masih di sini. Masih belajar. Masih bertahan. Itu… sudah luar biasa. Buku ini, tidak lahir dari seminar elite atau ruang kuliah ber-AC.Ia lahir dari dapur yang harumnya kadang bukan rendang, tapi… popok.Dari ruang tamu yang lebih sering jadi lapangan futsal dadakan, dan meja makan yang sudah lima hari dijadikan kantor remote working. Kami tidak datang untuk menggurui. Kami hanya ingin menemani.Menjadi suara yang berbisik lembut:“Tenang, kamu nggak sendirian. Nggak semua orang tua tahu caranya, tapi yang bertahan dan terus belajar… itu yang paling keren.” Karena jadi orang tua itu memang kayak naik roller coaster.Tapi bukan yang di Dufan ya, yang ini kadang relnya copot setengah.Kita udah naik, nggak bisa turun. Nggak ada tombol undo. Tapi kabar baiknya:Masih selalu ada ruang untuk pelan-pelan belajar. Untuk jatuh dan bangkit. Untuk marah dan memeluk. Untuk khilaf dan minta maaf tanpa gengsi. Anak-anak tidak mencari orang tua yang tahu semua teori.Mereka hanya butuh kita yang benar-benar hadir. Yang mau meluangkan lima menit untuk mendengar, bukan langsung menghakimi.Yang tahu bahwa satu pelukan bisa jauh lebih ampuh dari sepuluh ceramah. Mereka tidak ingat berapa kali kita marah, tapi mereka ingat saat kita bilang,“Ayah/Bunda bangga sama kamu.”Itu akan mereka simpan. Rapat-rapat. Seumur hidup. Kadang kita iri lihat orang tua lain yang tampak serba sempurna.Anaknya sarapan oatmeal, les piano, olahraga pagi, lalu bilang, “Terima kasih sudah membuatkan sarapan, Bunda.” Sementara kita? Baru buka mata, dapur sudah kayak habis disatroni kawanan gorila lapar. Anak rebutan remote. Kita rebutan sinyal.Suami sibuk sendiri. Istri sibuk semuanya. Kadang malah muncul perasaan:“Yang butuh parenting bukan anakku, tapi bapaknya.” Hehe… ya begitu lah hidup. Tapi tenang.Tidak ada keluarga yang benar-benar sempurna.Yang ada hanyalah keluarga yang saling berjuang.Kadang sambil manyun. Kadang sambil ngantuk. Tapi tetap maju. Ayah Bunda… kita ini bukan orang tua dari negeri dongeng.Kita ini petarung sabar dari negeri kenyataan.Yang mungkin tidak punya ijazah parenting, tapi punya satu hal yang tak tergantikan:Cinta yang nggak pernah selesai. Buku yang kami siapkan, bukan solusi instan.Ia hanya pengingat kecil… bahwa cinta itu cukup.Cukup hadir. Cukup mendengar. Cukup memeluk. Kalau suatu hari Ayah atau Bunda merasa gagal…Berhentilah sejenak. Tarik napas.Lihat wajah anak kita.Mereka tidak ingin kita sempurna. Mereka cuma ingin kita tetap di sini. Karena kadang, satu pelukan kecil bisa bikin dunia kembali utuh. Ayah Bunda hebat bukan karena tahu segalanya,Tapi karena masih ingin terus belajar dan mencintai… walau letih dan nyaris patah. Mengasuh bukan proyek semalam. Ini ibadah. Ini seni.Dan seperti seniman, kita tak perlu lukisan yang sempurna, cukup lukisan yang jujur. Maka mari terus menggambar, Ayah Bunda. Dengan sabar, dengan humor, dengan doa. Meskipun kadang harus menyuapi anak, ngetik laporan, sambil… nahan pipis. Parenting bukan ilmu roket.Tapi seni. Seperti semua seniman…kita tak selalu rapi. Tapi kita selalu jujur. Jadi teruslah menggambar, Ayah Bunda. Dengan cinta.Dengan tawa.Dengan pelukan-pelukan kecil yang akan mereka ingat…bahkan saat kita sudah tak bisa lagi memeluk. Ayah Bunda, semoga, suatu hari nanti, anak-anak kita bisa berkata… “Aku nggak punya orang tua yang sempurna, tapi mereka adalah rumah paling nyaman yang pernah aku punya.”
7 seni mendidik anak dengan cinta tanpa drama Read More »